Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum
KEMATIAN ABU THALIB
Sakit
Abu Thalib semakin bertambah parah, tinggal menunggu saat-saat kematiannya, dan
akhirnya dia meninggal pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari nubuwah, selang
enam bulan setelah keluar dari pemboikotan. Ada yang berpendapat dia meninggal
dunia pada bulan Ramadhan, tiga bulan sebelum wafatnya Khadijah Radhiallahu
anha.
Di
dalam Ash-Shahih disebutkan dari Al-Musayyab, bahwa tatkala ajal
hampir menghampiri Abu Thalib, Nabi SAW menemuinya, yang saat itu di sisinya ada
Abu Jahal.
"Wahai
paman, ucapkanlah la ilaha illallah, satu kalimat yang dapat engkau
jadikan hujjah di sisi Allah," Sabda beliau.
Abu
Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah menyela, "Wahai Abu Thalib, apakah
engkau tidak menyukai agama Abdul Muththalib ?" Keduanya tak pernah
berhenti mengucapkan kata-kata ini, hingga pernyataan terakhir yang diucapkan
Abu Thalib adalah, "Tetap berada pada agama Abdul Muththalib."
Beliau
bersabda, "Aku benar-benar akan memohon ampunan bagimu wahai paman selagi
aku tidak dilarang melakukannya."
Lalu
turun ayat, "Tiadalah sepatutnnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwa
orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam." (At-Taubah
: 113).
Allah
juga menurunkan ayat,
"Sesungguhnya
kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya." (Al-Qashash
: 56)
Tidak
bisa dibayangkan apa saja perlindungan yang diberikan Abu Thalib terhadap
Rasulullah Saw. Dia benar-benar menjadi benteng yang ikut menjaga dakwah Islam
dari serangan orang yang sombong dan dungu. Namun sayang, dia tetap berada pada
agama leluhurnya, sehingga sama sekali tidak mendapat keberuntungan.
Di
dalam Ash-Shahih disebutkan dari Al Abbas bin Abdul Muththalib, dia
berkata kepada Nabi Saw, "Engkau sangat mebutuhkan paman engkau, karena dia
telah melindungi engkau, sekalipun dia sangat membuat engkau marah."
Beliau
bersabda, "Dia berada di neraka yang dangkal. Kalau tidak karena aku, tentu
dia berada di tingkatan neraka yang paling bawah."
Dari
Abu Sa'id Al-Khudry, bahwa dia pernah mendengar Nabi Saw bersabda, "Semoga
syafaatku bermanfaat baginya pada hari kiamat nanti, sehingga dia diletakkan di
neraka yang dangkal, hanya sebatas tumitnya saja."
KHADIJAH
MENYUSUL KE RAHMATULLAH
Kira-kira
dua atau tiga bulan setelah Abu Thalib meninggal dunia, Ummul Mukminin Khadijah
Al Kubra meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan pada tahun kesepuluh
dari nubuwah, pada usia enam puluh lima tahun, sementara usia beliau saat itu
lima puluh tahun.
Khadijah
termasuk salah satu nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Rasulullah Saw. Dia
mendampingi beliau selama seperempat abad, menyayangi beliau di kala resah,
melindungi beliau di saat-saat kritis, menolong beliau dalam menyebarkan risalah,
mendampingi beliau dalam menjalankan jihad yang berat, rela menyerahkan diri dan
hartanya kepada beliau. Rasulullah Saw bersabda tentang dirinya, "Dia
beriman kepadaku saat semua orasng mengingkariku, membenarkan aku sselagi semua
orang mendustakanku, menyerahkan hartanya kepadaku selagi semua orang tidak mau
memberikannya, Allah menganugerahiku anak darinya selagi wanita selainnya tidak
memberikannya kepadaku." (Riwayat Ahmad di dalam Musnad-nya, 6/118).
Di
dalam Shahihul- Bukhary, dari Abu Hurairah ra, dia berkata, "Jibril
mendatangi Nabi Saw, seraya berkata, "Wahai Rasulullah, inilah Khadijah
yang datang sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau
minuman. Jika dia datang, sampaikan salam kepadanya dari Rabb-nya, dan sampaikan
kabar kepadanya tentang sebuah rumah di surga, yang di dalamnya tidak ada suara
hiruk pikuk dan keletihan."
DUKA
YANG BERTUMPUK-TUMPUK
Dua
peristiwa ini terjadi dalam jangka waktu yang tidak terpaut lama, sehingga
menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah Saw, belum lagi cobaan yang
dilancarkan kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani
menyakiti dan mengganggu beliau. Mendung menjadi bertumpuk-tumpuk, sehingga
beliau hampir putus asa menghadapi mereka. Untuk itu beliau pergi ke Tha'if,
dengan setitik harapan mereka berkenan menerima dakwah atau minimal mau
melindungi dan mengulurkan pertolongan dalam menghadapi kaum beliau. Sebab
beliau tidak lagi melihat seorang yang bisa memberi perlindungan dan pertolongan.
Tetapi mereka menyakiti beliau secara kejam, yang justru tidak pernah beliau
alami sebelum itu dari kaumnya.
Apa
yang beliau alami di Makkah juga dialami para shahabat. Hingga shahabat karib
beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq berniat hijrah dari Makkah. Maka dia pergi hingga
tiba di Barkil-Ghamad. Tempat yang ditujunya adalah Habasyah. Namun akhirnya dia
kembali lagi setelah mendapat jaminan perlindungan Ibnud-Dughumah.
Menurut
Ibnu Ishaq, setelah Abu Thalib meninggal dunia, orang-orang Quraisy semakin
bersemangat untuk menyakiti Rasulullah Saw daripada saat dia masih hidup.
Sehingga ada diantara mereka yang tiba-tiba mendekati beliau lalu menaburkan
debu di atas kepada beliau. Beliau masuk ke rumah dan debu-debu itu masih
memenuhi kepala. Lalu salah seorang putri beliau bangkit untuk membersihkan
debu-debu itu sambil menangis. Beliau bersabda kepadanya, "Tak perlu
menanggis wahai putriku, karena Alllah akan melindungi bapakmu."
Pada
saat-saat seperti itu beliau juga bersabda, "Aku tidak pernah menerima
gangguan yang paling kubenci dari Quraisy, hingga Abu Thalib meninggal dunia."
Karena
penderitaan yang bertumpuk-tumnpuk pada tahun itu, maka beliau menyebutnya
sebagai "Annul-huzni" (tahun duka cita), sehingga julukan ini
pun terkenal dalam sejarah.
MENIKAH
DENGAN SAUDAH
Pada
bulan Syawal tahun kesepuluh dari nubuwah, Rasulullah Saw menikahi Saudah binti
Zam'ah. Dia termasuk orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam, ikut hijrah ke
Habasyah yang kedua. Suaminya adalah Ash-Sakran bin Amr, yang juga masuk Islam
dan hijrah bersamanya pula. Dia meninggal dunia di Habasyah atau menurut
pendapat lain dia meninggal dunia di Makkah sepulang dari Habasyah. Beliau
melamar Saudah lalu menikahinya. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi beliau
sepeninggal Khadijah. Setelah beberapa tahun kemudian, dia memberikan bagian
gilirannya kepada Aisyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar